Arrival Dwi Sentosa, Siswa SMP (13 tahun)
Pembuat Anti Virus ARTAV
Sepintas tak
ada yang istimewa pada siswa kelas 2 SMP Negeri 48 Bandung ini. Dia terlihat
layaknya anak-anak seusianya yang doyan main game dan internetan. Ternyata di
balik itu, Arrival Dwi Sentosa (13) menyimpan potensi yang luar biasa di
bidang teknologi anti virus.
Anak kedua
dari pasangan Herman Suherman (45) dan Yeni Soffia (38) ini menciptakan Artav Anti Virus.
Anti virusnya ini dibuat olehnya selama setahun dengan menggunakan komputer
usang milik keluarganya.
Walaupun
ciptaan bocah umur belasan, namun anti virus berbasis visual basic ini
cukup mumpuni dalam melawan virus lokal ataupun global. Tampilan grafis yang
sederhana serta dukungan data base virus yang terus terbarui membuat Artav Anti
Virus ini banyak diunduh.
Antivirus
tersebut seperti program sejenis lain yang telah dijual oleh perusahaan asing.
Cara kerjanya sama. Namun lebih banyak membasmi virus buatan dalam negeri
hingga sekitar 60 persen. "Sekarang virus yang sudah bisa dimatikan 1.031
macam," ujarnya.
ARTAV sejauh
ini mampu memindai ratusan ribu varian virus. Pengunduhnya tak hanya dari
Indonesia, tapi juga pengguna di Perancis, Jerman, Israel, dan Palestina. Dalam
sebuah survey di sebuah situs tentang kemampuan memindai virus, ARTAV berada di
posisi ketiga, dibawah dua merek antivirus ternama di dunia.
Motivasi
Arrival Dwi Sentosa menciptakan ARTAV Anti Virus
Arrival yang
biasa dipanggil Ival, mulai merintis pembuatan antivirus itu pada September
2010 lalu. Awalnya ia belajar otodidak dari buku-buku computer karena termotivasi dari pengalaman tidak enak dengan
komputernya yang sering diinstall ulang karena terkena virus. Karena penasaran
dengan cara kerja virus tersebut dia akhirnya membeli buku tentang visual basic
agar tahu cara mengantisipasinya.
“Nama Artav
adalah singkatan dari Arrival Taufik Anti Virus. Nama saya Arrival Dwi Sentosa
dan kakak saya Taufik Aditya Utama. Itu saya singkat jadi Artav biar keren,” tutur Ival di rumahnya di Gang Adiwinata No
9, Bojongsoang, Kabupaten Bandung.
Ival mengaku
melibatkan kakaknya yang baru duduk di kelas 2 SMA Negeri 25 Bandung ini karena
dirinya tidak bisa mendesain. Karenanya semua desain yang ada dalam program
anti virus buatannya adalah hasil kreasi kakaknya.
“Saya yang
membuat programnya, kakak yang membuat desainnya. Saya tidak bisa mendesain.
Desain Artav saat ini kakak yang membuatnya. Bagus ngga,” katanya.
Untuk
menguji karyanya, Ival rajin mengumpulkan virus-virus yang ada di komputer
beberapa warung internet di sekitar sekolahnya di daerah Ciwastra, Bandung.
Kadang ia minta penjaga warnet kenalannya untuk mencari virus lalu disimpannya
di USB dan dibawa pulang.
"Sehari
bisa dapat 10-20 virus baru," kata Ival yang bercita-cita ingin seperti
Bill Gates itu. Selanjutnya, antivirus buatannya secara berkala diuji ke
komputer pribadi teman-teman sekolahnya. Memenuhi permintaan pengguna, ARTAV
juga bisa dipakai untuk menangkal penularan virus dari USB.
Kemampuannya
di bidang rekayasa tekonologi komputer itu, juga membuat ibu Ival, Yeni Sofia,
38 tahun, kaget, sekaligus bangga. Kaget, karena banyak orang menghargai dan
ingin membantu kemampuan anaknya untuk lebih berkembang. "Saya bahagia
karena perjalanan pembuatan antivirus ini memang panjang," ujar Yeni.,
seorang guru Taman Kanak-kanak di Bandung ini.
Ival bukan
berasal dari keluarga kaya. Yeni hanya bekerja sebagai guru TK dengan gaji Rp.
300 ribu perbulan. Keluarga ini kerap berpindah-pindah tempat, dan kini mereka
mengontrak rumah ukuran tipe 21 di daerah Bojongsoang, Kabupaten Bandung.
Herman Suherman, 46 tahun, iyah Ival, pensiunan PT Inti yang kini menjual pulsa
dan telepon genggam bekas.
Belajar dari Buku dan Internet
Kemampuan
Arrival dalam membuat anti virus ternyata bukan dari pendidikan formal
atau kursus programing. Tanpa guru tanpa pembimbing. Hanya buku dan internet
yang menjadi gurunya. “Saya belajar dari buku dan internet,” katanya
polos.
Ival
pun menunjukkan koleksi bukunya yang disimpan di kolong meja yang terletak di
ruang tamu.
“Ini
bukunya, Saya baru punya 20 buku,” katanya sambil menunjukan lima buku
dan satu modul yang dia susun sendiri dari mencetak artikel-artikel tentang
programing dan komputer di internet.
Sebenarnya
Ival bukan tidak mau untuk belajar secara formal tentang programing.
Permasalahannya selain memerlukan biaya, tidak adanya tempat kursus yang
memberikan materi programing virus.
“Dulu
dia sempat minta kursus. Kalau buat anak mah saya paksain lah, walaupun ngga
ada juga. Tapi saya bingung, ini mau kursus apa yah. Tidak ada yang bisa.
Lagian dia juga masih SMP. Jadi ya sudah lah dia belajar sendiri dari buku dan
internet. Tidak ada yang membimbingnya,”
ungkap ayah Ival, Herman.
Kemampuan
Ival ini sangat luar biasa. Pasalnya di dalam keluarga besarnya tidak ada yang
memiliki kemampuan programing seperti dirinya. “Keluarga besar saya
rata-rata jebolan SMK. Tidak ada yang punya kemampuan programing seperti dia,”
sambungnya.
”Berbagai
penghargaan pun berhasil disabetnya, seperti juara 1 lomba pembuatan antivirus
lokal se-Indonesia dan juara tiga antivirus se-Indonesia,” ungkap Herman. Tidak
hanya itu, menurutnya, di sekolahnya pun Riva cukup berprestasi dan selalu
masuk ranking sepuluh besar.
Penghargaan Anti Virus Lokal Terbaik
Waktu satu tahun dihabiskan oleh Ival untuk
membuat ARTAV AntiVirus ini. Sebelum ARTAV ini populer, sebenarnya Ival cuma
memberikan AntiVirus ini kepada teman dan keluarganya saja. Lantaran
mendapat respon bagus dari keluarga dan teman-temannya kemudian dia
memberanikan diri memposting AntiVirus buatannya di akun facebooknya. Ternyata begitu diposting di Facebook respon masyarakat sangat bagus.
Saat ini
Artav sudah didownload oleh 26.267 pengguna. Bukan dalam negeri saja, tapi juga
ada yang dari luar negeri. Data base virusnya pun sudah hampir 2.000-an. Hampir
tiap hari Ival menambah virus ke dalam data base-nya.
Artav
merupakan antivirus berbasis visual basic dan support 100 persen unicode
system. Selain itu, fitur-fitur yang ada cukup variatif. Mulai dari Realtime
Protection, Anti Hacker, Mail Scanner, USB Protected dan Link Scanner. Bahkan
di versi terbarunya 2.4, Artav juga menambahkan fitur Worm Detector dan Rootkit
Detector.
Saat
dijajal, Artav mampu membasmi virus anyar yang tengah menjangkiti banyak
komputer seperti W32/Sality dan VBS/yuyun. Kecepatan scanning Artav juga cukup
lumayan.
Desain tampilan muka yang simpel serta
dukungan database virus yang terus diperbarui membuat Artav dinobatkan sebagai
antivirus terbaik dari 5 antivirus lokal terbaru di salah satu forum online
dalam satu acara pameran komputer di Bandung. Bahkan dalam sebuah review di
situs forum, Artav menjadi rekomendasi utama.
“Saya juga tidak tahu kalau Artav
mendapatkan penghargaan dan di-review menjadi anti virus lokal terbaik. Saya
tahu dari komentar di situs,” katanya.
Meski
sudah didownload ribuan kali. Artav ternyata belum dipatenkan. Masalah
klise kembali jadi penghadang, yakni soal ketidaktahuan dan minimnya biaya.
“Saya tidak tahu bagaimana mengurus paten. Sayang kalau karyanya malah
dibajak,” ujar Herman, ayah Ival.
Jumlah
virus yang masuk ke dalam database-nya saat ini sudah hampir 2.000 jenis dengan
hampir 500.000 varian. Dalam mengupdate databasenya, Ival rajin berburu virus
ke warnet-warnet. Dia harus merelakan uang jajannya yang hanya Rp 30.000
seminggu untuk membayar warnet.
Dengan
keterbatasannya itu pun Ival meminta agar pengguna komputer dapat menghormati
kerja kerasnya. Yakni tidak dimanfaatkan untuk aktivitas pembajakan meski hasil
karyanya belum dipatenkan. “Tolong jangan dibajak yah,” pinta Ival,
polos.
Sumber
:
disusun
oleh :
HELMI
MAHFUDHATUL HARUM
1100631026
/ MI. A