Sabtu, 01 Juni 2013

Tokoh IT Indonesia

Arrival Dwi Sentosa, Siswa SMP (13 tahun) Pembuat Anti Virus ARTAV
 


Sepintas tak ada yang istimewa pada siswa kelas 2 SMP Negeri 48 Bandung ini. Dia terlihat layaknya anak-anak seusianya yang doyan main game dan internetan. Ternyata di balik itu, Arrival Dwi Sentosa (13) menyimpan potensi yang luar biasa di bidang teknologi anti virus.
Anak kedua dari pasangan Herman Suherman (45) dan Yeni Soffia (38) ini menciptakan Artav Anti Virus. Anti virusnya ini dibuat olehnya selama setahun dengan menggunakan komputer usang milik keluarganya.

Walaupun ciptaan bocah umur belasan, namun anti virus berbasis visual basic ini cukup mumpuni dalam melawan virus lokal ataupun global. Tampilan grafis yang sederhana serta dukungan data base virus yang terus terbarui membuat Artav Anti Virus ini banyak diunduh.
Antivirus tersebut seperti program sejenis lain yang telah dijual oleh perusahaan asing. Cara kerjanya sama. Namun lebih banyak membasmi virus buatan dalam negeri hingga sekitar 60 persen. "Sekarang virus yang sudah bisa dimatikan 1.031 macam," ujarnya.
ARTAV sejauh ini mampu memindai ratusan ribu varian virus. Pengunduhnya tak hanya dari Indonesia, tapi juga pengguna di Perancis, Jerman, Israel, dan Palestina. Dalam sebuah survey di sebuah situs tentang kemampuan memindai virus, ARTAV berada di posisi ketiga, dibawah dua merek antivirus ternama di dunia.

Motivasi Arrival Dwi Sentosa menciptakan ARTAV Anti Virus
Arrival yang biasa dipanggil Ival, mulai merintis pembuatan antivirus itu pada September 2010 lalu. Awalnya ia belajar otodidak dari buku-buku computer karena termotivasi dari pengalaman tidak enak dengan komputernya yang sering diinstall ulang karena terkena virus. Karena penasaran dengan cara kerja virus tersebut dia akhirnya membeli buku tentang visual basic agar tahu cara mengantisipasinya. 

“Nama Artav adalah singkatan dari Arrival Taufik Anti Virus. Nama saya Arrival Dwi Sentosa dan kakak saya Taufik Aditya Utama. Itu saya singkat jadi Artav biar keren,” tutur Ival di rumahnya di Gang Adiwinata No 9, Bojongsoang, Kabupaten Bandung.
Ival mengaku melibatkan kakaknya yang baru duduk di kelas 2 SMA Negeri 25 Bandung ini karena dirinya tidak bisa mendesain. Karenanya semua desain yang ada dalam program anti virus buatannya adalah hasil kreasi kakaknya.
“Saya yang membuat programnya, kakak yang membuat desainnya. Saya tidak bisa mendesain. Desain Artav saat ini kakak yang membuatnya. Bagus ngga,” katanya.

Untuk menguji karyanya, Ival rajin mengumpulkan virus-virus yang ada di komputer beberapa warung internet di sekitar sekolahnya di daerah Ciwastra, Bandung. Kadang ia minta penjaga warnet kenalannya untuk mencari virus lalu disimpannya di USB dan dibawa pulang.
"Sehari bisa dapat 10-20 virus baru," kata Ival yang bercita-cita ingin seperti Bill Gates itu. Selanjutnya, antivirus buatannya secara berkala diuji ke komputer pribadi teman-teman sekolahnya. Memenuhi permintaan pengguna, ARTAV juga bisa dipakai untuk menangkal penularan virus dari USB.

Kemampuannya di bidang rekayasa tekonologi komputer itu, juga membuat ibu Ival, Yeni Sofia, 38 tahun, kaget, sekaligus bangga. Kaget, karena banyak orang menghargai dan ingin membantu kemampuan anaknya untuk lebih berkembang. "Saya bahagia karena perjalanan pembuatan antivirus ini memang panjang," ujar Yeni., seorang guru Taman Kanak-kanak di Bandung ini.
Ival bukan berasal dari keluarga kaya. Yeni hanya bekerja sebagai guru TK dengan gaji Rp. 300 ribu perbulan. Keluarga ini kerap berpindah-pindah tempat, dan kini mereka mengontrak rumah ukuran tipe 21 di daerah Bojongsoang, Kabupaten Bandung. Herman Suherman, 46 tahun, iyah Ival, pensiunan PT Inti yang kini menjual pulsa dan telepon genggam bekas.

Belajar dari Buku dan Internet
 
Kemampuan Arrival  dalam membuat anti virus ternyata bukan dari pendidikan formal atau kursus programing. Tanpa guru tanpa pembimbing. Hanya buku dan internet yang menjadi gurunya. “Saya belajar dari buku dan internet,” katanya polos.
Ival pun menunjukkan koleksi bukunya yang disimpan di kolong meja yang terletak di ruang tamu.
“Ini bukunya,  Saya baru punya 20 buku,” katanya sambil menunjukan lima buku dan satu modul yang dia susun sendiri dari mencetak artikel-artikel tentang programing dan komputer di internet.
Sebenarnya Ival bukan tidak mau untuk belajar secara formal tentang programing. Permasalahannya selain memerlukan biaya, tidak adanya tempat kursus yang memberikan materi programing virus.
“Dulu dia sempat minta kursus. Kalau buat anak mah saya paksain lah, walaupun ngga ada juga. Tapi saya bingung, ini mau kursus apa yah. Tidak ada yang bisa. Lagian dia juga masih SMP. Jadi ya sudah lah dia belajar sendiri dari buku dan internet. Tidak ada yang membimbingnya,” ungkap ayah Ival, Herman.
Kemampuan Ival ini sangat luar biasa. Pasalnya di dalam keluarga besarnya tidak ada yang memiliki kemampuan programing seperti dirinya. “Keluarga besar saya rata-rata jebolan SMK. Tidak ada yang punya kemampuan programing seperti dia,” sambungnya.
”Berbagai penghargaan pun berhasil disabetnya, seperti juara 1 lomba pembuatan antivirus lokal se-Indonesia dan juara tiga antivirus se-Indonesia,” ungkap Herman. Tidak hanya itu, menurutnya, di sekolahnya pun Riva cukup berprestasi dan selalu masuk ranking sepuluh besar.

Penghargaan Anti Virus Lokal Terbaik
Waktu satu tahun dihabiskan oleh Ival untuk membuat ARTAV AntiVirus ini. Sebelum ARTAV ini populer, sebenarnya Ival cuma memberikan AntiVirus ini kepada teman dan keluarganya saja. Lantaran mendapat respon bagus dari keluarga dan teman-temannya kemudian dia memberanikan diri memposting AntiVirus buatannya di akun facebooknya. Ternyata begitu diposting di Facebook respon masyarakat sangat bagus.
Saat ini Artav sudah didownload oleh 26.267 pengguna. Bukan dalam negeri saja, tapi juga ada yang dari luar negeri. Data base virusnya pun sudah hampir 2.000-an. Hampir tiap hari Ival menambah virus ke dalam data base-nya.

 
Artav merupakan antivirus berbasis visual basic dan support 100 persen unicode system. Selain itu, fitur-fitur yang ada cukup variatif. Mulai dari Realtime Protection, Anti Hacker, Mail Scanner, USB Protected dan Link Scanner. Bahkan di versi terbarunya 2.4, Artav juga menambahkan fitur Worm Detector dan Rootkit Detector.

Saat dijajal, Artav mampu membasmi virus anyar yang tengah menjangkiti banyak komputer seperti W32/Sality dan VBS/yuyun. Kecepatan scanning Artav juga cukup lumayan.
Desain tampilan muka yang simpel serta dukungan database virus yang terus diperbarui membuat Artav dinobatkan sebagai antivirus terbaik dari 5 antivirus lokal terbaru di salah satu forum online dalam satu acara pameran komputer di Bandung. Bahkan dalam sebuah review di situs forum, Artav menjadi rekomendasi utama.
“Saya juga tidak tahu kalau Artav mendapatkan penghargaan dan di-review menjadi anti virus lokal terbaik. Saya tahu dari komentar di situs,” katanya.




Belum Dipatenkan

Meski sudah didownload ribuan kali. Artav  ternyata belum dipatenkan. Masalah klise kembali jadi penghadang, yakni soal ketidaktahuan dan minimnya biaya. “Saya tidak tahu bagaimana mengurus paten. Sayang kalau karyanya malah dibajak,” ujar Herman, ayah Ival.
Jumlah virus yang masuk ke dalam database-nya saat ini sudah hampir 2.000 jenis dengan hampir 500.000 varian. Dalam mengupdate databasenya, Ival rajin berburu virus ke warnet-warnet. Dia harus merelakan uang jajannya yang hanya Rp 30.000 seminggu untuk membayar warnet.
Dengan keterbatasannya itu pun Ival meminta agar pengguna komputer dapat menghormati kerja kerasnya. Yakni tidak dimanfaatkan untuk aktivitas pembajakan meski hasil karyanya belum dipatenkan. “Tolong jangan dibajak yah,” pinta Ival, polos.


Sumber :



disusun oleh :
HELMI MAHFUDHATUL HARUM
1100631026 / MI. A